Senin, 03 Januari 2022

GIRL IN THE DARK BAB 39. Cincin Pernikahan

 

Halo, ini bagian 39 ya, selamat membaca...


Story Begin


_______________________________________



Tiga jam sebelum keberangkatannya ke wilayah Slovenia, Alina Alaxander mengunjungi rumah sakit, tempat Will Whitson berada. Dia melangkahi lantai demi lantai rumah sakit, seraya menyentuh jari manisnya, dia harus segera melepas cincin itu_dan Will Whitson. Tidak semudah  menarik benda bersifat emas ini dari jemarinya, merelakan pria itu terasa sukar. Namun, dia tersenyum kaku, berupaya menyemangati diri sendiri.

Ketika betisnya berhenti didepan pintu ruang yang sangat dihafalnya, dia memandang Will dari kaca tembus berbentuk persegi pada papan pintu. Pria itu sedang terlelap tenang, sangat tenang sampai Alina tidak sadar dirinya telah terhipnotis oleh ketampanan tidur, dan membawa tubuhnya disisi pria itu.

Alina memperhatikan dalam kesuraman malam yang menggerogoti kamar, dia mencoba menyimpan proporsi wajah memikatnya, berusaha menahan keinginan untuk merasakan kulit pria itu dibawah telapak tangan sungguh sulit sekali, lagipula dia takut sentuhannya akan membangunkan. Kalimat seperti apa yang keluar dari lidahnya saat pria itu menanyakan siapa dirinya? Alina tidak mau memperkeruh suasana jernih ini.

“Aku mencintaimu,” jadi apa? Dia hanya bisa mengutarakannya dalam kegelapan dan keheningan.

Lima menit berlalu, Alina menendang udara panas dari raga, dia beralih pada meja disamping ranjang putih, lalu mulai menarik cincin emas silver dari jarinya, namun entah kenapa terasa keras. Dia berusaha sekali lagi dan seterusnya sehingga mengeluarkan lenguhan kesusahan, membuat Will mengerutkan kening dalam tidurnya. Melihat pria itu hampir siuman, Alina langsung berjalan keluar pintu dan akan melarikan diri ketika suara parau menghentikan langkahnya.

“Siapa kau?”

Alina mengambil nafas berat lalu membuangnya, dia terlalu sembrono sehingga hal yang ditakutinya menjadi kenyataan. dia memaksakan senyum, dan berbalik, “aku salah kamar, maaf mengacaukan istirahatmu tuan.”

Will terdiam, diantara keremangan ruang, dia tidak bisa melihat dengan pasti wajah gadis dihadapannya, dan tidak mau ambil pusing mengenai kejadian ini, lalu berseru dingin, “jangan lupa tutup pintunya kalau begitu.”

Alina melihat pria itu membalikkan tubuh, punggung kokoh yang terbiasa didekapnya, kini menguarkan kedinginan, menghempaskannya pada dasar tanpa harapan. Betapa rindunya dia menyentuh pundak itu, tetapi sekarang, bahkan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat asing.

Sebelum air kesedihan jatuh, dia segera membuka pintu dan berjalan keluar, keluar dari hidup pria itu. dan memutuskan dalam hati, sambil memandang lingkaran logam dijari manisnya, “sangat sulit dilepas, maka aku akan membiarkannya sementara waktu.” 

Padahal, disudut perasaannya, dia tidak bisa menyerahkan cicin itu. jika Will tidak mengingat Fania, artinya dia pun melupakan pernikahannya, termasuk emas ini. Dia hanya, akan menyimpannya untuk menjadi sebuah kenangan, entah menyenangkan atau menyakitkan. 

Saat melihat lingkaran dijarinya, dia akan mengingat cintanya yang tak berarti bagi pria itu. bahkan dalam kematiannya, dia masih menyentuh benda itu dengan penuh kasih.



_______________________________



Alexander berlari tergopoh-gopoh begitu membaca berita tentang kecelakaan pesawat Airlines yang dimana putrinya mendaftar sebagai salah satu penumpang. Dia terus mengambil jalan meski pundaknya menabrak beberapa perawat atau bagian-bagian penting rumah sakit umum yang terletak dekat dengan lokasi kejadian, dan dia berteriak frustasi sambil mencari, “Alina!” seruan kerasnya mengganggu kedamaian pasien yang sudah tenang setelah mendapat bius karena tingkah impulsive berlebihan mengenai kecelakaan itu.

Dia kehilangan kendali, mengabaikan Miah dan Angella yang meneriakinya dari belakang. Mereka menarik perhatian salah satu ketua Tim penyelamatan yang kebetulan berada disana untuk mengantar korban lainnya. 

“Tuan? Siapa yang kau cari?” Tanya Andrew Choi, keletihan pada romannya sangat kentara, tetapi hatinya yang tulus menolong selalu nampak di lensanya.

“Putriku! Aku mencari dia! Putriku! Dimana dia!?” Alex bak kebakaran jenggot.

“Atas nama siapa tuan? Kami akan membantumu mencari,” pria berusia tiga puluhan itu memegang kedua sisi tubuh Alex, tatapannya memberikan asa bagi setiap insane.

“Namanya Alina Alexander, dia putri kami,” Miah menjawab lebih dahulu, karena tahu suaminya sedang tidak bisa diajak kompromi.

“Baiklah, kalian tenang saja, kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan seluruh korban yang menghilang. Kami akan segera menghubungi kalian jika menemukannya,” jawab Andrew.

Alex runtuh, jiwa dan raganya lemas, dia terisak dengan penyesalan, dia mementingkan diri sendiri sehingga kehilangan kedua putrinya. Andai dia mengangkat teleponnya waktu itu dan mengetahui kepergiannya dari Negara ini, dia pasti akan menghentikannya walau masih murka, bagaimanapun dia putrinya. Nasi sudah menjadi bubur, Alex hanya bisa menunnggu pengumuman penemuan putrinya.

“Jaga dirimu baik-baik,” dan itu adalah kalimat terakhir yang didengarnya dari gadis itu, putri pembangkangnya. Alex sangat merindukannya, dan akhirnya dia menangis lagi.

Suasana rumah sakit sangat marak akan jeritan, tangisan, suara mesin kesehatan, ketuk kaki para keluarga korban dan para anggota kesehatan. Lirihan penderitaan dari para korban sangat menyayat hati, beberapa yang masih diberi kesempatan hidup, tidak ada yang memiliki kondisi fisik yang utuh, rata-rata akan berakhir cacat dan menyedihkan.

Para dokter dan asistennya kewalahan dan kelelahan, mereka tahu bahwa kondisi ini pasti bertahan sampai berhari-hari. Mereka akan menghabiskan waktu disini dan jarang kembali ke rumah.

Dan estimasi itu benar, karena selama sepuluh hari pencarian, dari tiga ratus Sembilan puluh dua yang menghilang, kini sudah ditemukan sebanyak tiga ratus lima puluh satu, dimana empat puluh satu penumpang masih belum timbul ke permukaan laut. Karena masa pencarian telah melewati  batas, dan sisa jenazah masih belum membuahkan hasil, Tim penyelemat segera menyudahi pekerjaan mereka di perairan Adriatik sesuai aturan yang berlaku.

Alex yang mendapat kabar kalau Tim SAR berhenti melakukan observasi, segera menghampiri Andrew yang memang masih di lokasi penginapan. Dia membalik kasar pundak pria itu dan memukul wajah mempesonanya selama berkali-kali. Keributan tersebut menarik perhatian dan menambah keresahan bagi orang-orang, anggota keamanan langsung menahan.

“Kau berjanji untuk menemukan putriku apapun yang terjadi! Sekarang dimana dia!” Alex bersuara keras, kemarahan dan kesedihan tercetak di muka kurang kolagennya.

“Kau membohongi orang-orang, dan berjanji serta memberi harapan palsu untuk keluarga korban hanya untuk menenangkan! Kau sampah! tidak becus! Segera keluar dari pekerjaanmu!”

Andrew mengusap darah diujung bibirnya, dia tidak berusaha melawan atau membela diri. Lagipula, ucapan pria didepannya memang realita, dia tidak kompeten, tetapi itu semua karena aturan tertulis dalam pekerjaannya, orang-orang seperti Alexander tidak akan mengerti apapun.

Petugas hampir meloloskan Alex, karena pemberontakannya yang besar, namun bisa digapainya kembali. Pria itu terisak lagi, dia kehabisan tenaga dan mulai berhenti bersikeras menyerang Andrew, dia kekurangan nutrisi sebab frustasi, dan terjatuh pingsan.

Jauh dari area yang sesak dengan jeritan kesedihan dan permohonan, timbul pulau kecil yang tidak berpenghuni, hanya terdapat sebuah pohon kelapa tanpa buah, pohon tersebut seperti tidak sengaja tumbuh, Tuhan membiarkannya hidup sendiri untuk menghindarinya dari kekacauan tangan manusia. Betapa Dia mencintai mahkluk ciptaannya.

Dipinggir pulau itu, terdamparlah potongan daging manusia, dari siku sampai ujung jari. Benda itu sudah memucat dan membengkak karena air asin yang terserap pada lubang tempat ekskresi mahkluk hidup, pada setiap sisi menampilkan parasit-parasit yang suka mengambil keuntungan untuk bertahan hidup. Meski hanya sepotong lengan, namun membuat suasana pulau mungil dan indah itu menjadi agak menyeramkan. 

Air ombak bertambah keras dan mendorong benda bau dan amis itu mendekat ke akar pohon, sehingga berubah posisi, dan nampaklah sebuah cincin emas berwarna silver yang telah pudar diantara pangkal jari manisnya. 

Itu adalah cincin pernikahan.



END

Akhirnya selesai juga xixi, untuk bab tambahan mengenai kondisi Will Whitson, aku bakal up besok ya di wp nya langsung, bukn di blog lagi. See you~








aku lawan aku

Terdapat peperangan yang panjang dan takkan pernah usai, itu adalah perkelahian antara kau dan kau, kau dan kau, berdebat setiap saat, menge...